SELAMAT DATANG DI BLOG RUDY COBRA SEMOGA SUKSES MENYERTAIMU

Kamis, 04 Juli 2013

MAKALAH FIQIH DAKWAH ( karakter mad'u)

Karakter  mad’u
Mad’u merupakan salah satu unsur dalam da’wah. Proses da’wah tersusun dari beberapa unsur atau komponen, yaitu: subjek (da’i), materi (mddah), metode (thariqoh), media (wasilah), objek (mad’ü) dan efek (atsar) dakwah.
Mad’u sebagai bagian dari rukun dakwah  ,
Muhammad Abu al-Fath Al-Bayyanuni membaginya kepada:
  •  Pertama dari lingkaran kedekatan dan tanggung jawab
  • Kedua, hak mad’u
  • Ketiga, kewajiban mad’udan ashnaf (golongan-golongan) mad’u. Dari segi lingkaran kedekatan dan tanggung jawab bagi da’i, mad’u terbagi kepada dirinya sendiri, keluarga  dan masyarakat luas.
Untuk hak mad’u, al-Bayyanuni mengemukakan bahwa hal ini merupakan ketetapan Allah bagi manusia. Allah tidak akan mengadzab mereka, selama belum sampai dakwah kepada mereka. Dengan sendirinya, manusia seluruhnya mempunyai hak untuk didakwahi, dan atau diutus rasul kepada mereka. Bahkan, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak menghiraukan seseorang yang datang dengan niat dan tujuan yang benar, karena sedang fokus menda’wahi para pembesar dan tokoh Quraisy, Allah menegurnya.
Sedangkan kewajiban mad’u adalah menerima dakwah. Bila tidak, maka itu sama dengan mendustakan para pembawa panji dakwah, dan dengan sendirinya mendustakan serta tidak menghargai pengutusnya, yaitu Allah Subnahu  wa ta'ala. Perkataan yang harus ada atau keluar, sebagai simbol komitmen hati, adalah sami’na wa atho’na  bukan sami’na wa ‘ashoina. Mad’u harus mustajib (menerima) terhadap seruan Allah dan Rasul-Nya  ( QS. Al-Anfal – 8: 24).
Mengenai pembagian mad’u, secara global terbagi kepada dua: yang menerima, dan yang menolak. Yang menerima disebut mu`min/ muslim/ muhtad/ mustajib, sedangkan yang menolak disebut kafir/ dholl dan mu’ridh. Kaum mu`min dari segi mendapat hidayah terbagi kepada muslim muhtad (yang ‘aqidah, ibadah dan mu’amalahnya sesuai perintah Allah) dan muslim dholl (yang ‘aqidah, ibadah dan mu’amalahnya ada penyimpangan; tidak sesuai perintah Allah). Sedangkan dari segi kekuatan imannya, kaum mu`min terbagi kepada sabiq bi al-khairat, muqtashid dan zhalim linafsih. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam al-Qur`an:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian  itu adalah karunia yang Amat besar ( QS. Fathir – 35: 32).
.
Dalam mengomentari ayat ini, Dewan Penterjemah memberikan catatan kaki, bahwa: “Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan”[13]( Al-Qur`an dan terjemahnya, Wakaf dari Pelayan Dua Tanah suci Raja Fahd bin Abdul Aziz Al Su’ud, t.t. hlm. 701, catatan kaki ke 1261)
Mengenai golongan kafir, al-Bayyanuni membaginya kepada:
1.       Al-Jahidun al-Mulhidun, adalah mereka yang mengingkari keberadaan dan eksistensi Allah 'Azza wa Jalla
2.       Al-Musyrikun al-Watsaniyyun, ialah mereka yang menyekutukan Allah dengan selain-Nya, apakah dalam ‘aqidah maupun ‘ibadah.
3.       Ahlu Al-Kitab, mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Rasulullah shallalhu 'alaihi wasallam dari pemeluk agama-agama sebelumnya yaitu Yahudi dan Nasrani.
4.       Al-Munafiqun, yaitu orang-orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman
1.       Lingkaran mad’u
secara garis besar Lingkaran mad’u dibagi kepada tiga bagian: diri sendiri para nabi, keluarga dan masyarakat luas. Untuk lingkaran pertama yaitu diri para nabi, maka jelas kita mengatakan bahwa mereka semua soléh, manusia pilihan dan dijamin kebenaran dan kejujurannya[14 (QS. An-Nisa – 4: 69, 70)
]. Ketika ada yang berani membeda-bedakannya, maka ia bukan orang beriman[15] (QS. Al-Baqarah – 2: 136, 285; Ali Imran – 3: 84)
 dan otomatis menjadi musuh Allah[16].( QS. Al-Baqarah – 2: 98).
Dalam lingkaran kedua, kita akan menemukan keberagaman mad’u para nabi; dan secara garis besar terbagi kepada dua: ada yang beriman dan mendukung dakwah para rasul, dan ada yang tidak menerima dan otomatis menjadi penghalang. Di bawah ini kita akan melihat bahwa lingkungan orang terdekat para rasul, seperti ayah, saudara, istri dan anak ada yang tidak beriman dan menjadi batu sandungan dalam dakwah para rasul. Diantaranya adalah dari kalangan:
a.       Ayah Al-Qur`an mencatat bahwa rasul yang mempunyai mad’u dan tidak mau beriman dari kalangan ayahnya adalah Nabi Ibrahim ‘alaihi al-salam.
b.       Saudara.Mad’u dari saudara yang cukup menjadi ujian bagi seorang Nabi adalah apa yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihi al-salam.
c.        Istri. Dari kalangan istri para rasul, kita menemukan dua orang yang dicatatkan dalam al-Qur`an tentang pembangkangan mereka.
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)"[17] (QS. At-Tahrim – 66: 10).
d.       Anak
Dalam terjemah al-Qur`an disebutkan bahwa nama anak Nabi Nuh ‘alaihi al-salنm yang kafir itu adalah Qanaan. Di samping itu, Nabi Nuh ‘alaihi al-salنm mempunyai putra lainnya dan mereka beriman yaitu: Sam, Ham dan Jafits[18]. (Al-Qur`an dan terjemahnya, Ibid, hlm. 333).
2.       Golongan Mad’u
Bila kita menengok kembali  surat Fathir ayat 32 yang berbunyi:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan  izin Allah demikian itu sangat besar
Maka kita dapat memastikan bahwa di setiap seruan para rasul akan melahirkan tiga golongan manusia:
Zhalim li nafsih, Muqtashid, dan Sabiq bi Al-Khair. Memang ketiga karakteristik mad’u ini tidak selalu lengkap diungkapkan al-Qur`an dalam satu ayat, namun bila kita mencoba merangkainya, maka kita akan menemukan bahwa dakwah para rasul melahirkan tiga golongan ini.
Untuk golongan zhalim li nafsih, dan ini yang sering kita temui, rata-rata dipenuhi oleh para tokoh dan pembesar di jamannya.
Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Rass  dan Tsamud, Dan kaum Aad, kaum Fir'aun dan kaum Luth, Dan penduduk Aikah serta kaum Tubba' semuanya telah mendustakan Rasul-Rasul Maka sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan[19].
Telah mendustakan (rasul-rasul pula) sebelum mereka itu kaum Nuh, 'Aad, Fir'aun yang mempunyai tentara yang banyak, Dan Tsamud, kaum Luth dan penduduk Aikah. mereka Itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul). Semua mereka itu tidak lain hanyalah mendustakan rasul-rasul, Maka pastilah (bagi mereka) azab-Ku. Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. Dan mereka berkata: "Ya Tuhan Kami cepatkanlah untuk Kami azab yang diperuntukkan bagi Kami sebelum hari berhisab"[20] (QS. Shod – 38: 12 – 16).
Sedangkan golongan sabiq bi al-khair adalah mereka yang beriman kepada apa yang didakwahkan para rasul, dan mereka rata-rata adalah golongan lemah atau rakyat kecil/ rakyat biasa.
Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan". Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti Kami, dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan Kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas Kami, bahkan Kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta"( QS. Hud – 11: 25 – 27).
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: "Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya". Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya Kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu". Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka Berlaku angkuh terhadap perintah tuhan. dan mereka berkata: "Hai shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada Kami, jika (betul) kamu Termasuk orang-orang yang diutus (Allah)". Karena itu mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka[22] (QS. Hud – 11: 25 – 27)
Di samping itu, dalam al-Qur`an diberitakan ada beberapa orang yang menyembunyikan keimanannya, kemudian memberikan pembelaan terhadap para nabi dan rasul ketika berhadapan dengan orang-orang kafir.
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu". Ikutilah orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?[23] (QS. YaaSin – 36: 20 – 22).
Untuk golongan muqtashid, kita akan menemukan kesulitan dalam mencari bukti ummat atau orang yang mempunyai karakter demikian. Akan tetapi, ini tidak berarti menapikan keberadaannya. Dan bila kita meminjam kacamata al-Qur`an yang lain tentang pengelompokkan manusia dalam mendapat hidayah, misalnya di awal surat al-Baqarah ayat 1 sampai 20, maka muqtashid ini mendekati kelompok munafiq.
Pengelompokkan mad’u al-Bayyanuni di atas menggambarkan posisi mad’u dalam menerima dakwah para rasul. Adapun, dari segi reaksi dan tahapannya, maka al-Qur`an memberikan gambaran:
Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu sesudah mereka telah mendustakan (Rasul) dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena itu aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku? Dan Demikianlah telah pasti Berlaku ketetapan azab Tuhanmu terhadap orang-orang kafir, karena Sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka[24].( QS. Ghofir – 40: 5, 6).
Hakekat dan sifat dasar mad’u
Dakwah berupa ajakan yg tujuannya dapat tercapai tanpa paksaaan , maka hal itu ( tanpa paksaan )bisa tercapai kalau mad’unya seorang  yang menginginkan kebenaran dan selalu mencarinya , dalilnya adlah firman Allah ( لا إكراه في الدين قد تبيّن الرشد من الغي)
Artinya : Tidak paksaan untuk memasuki agama islam , sesungguhnya  telah jelas jalan yang benar jalan yang sesat.
Bagi golongan yang kritis atau berpendidikan tinggi maka dakwah Islam  harus  berorientasi pada seruan untuk berfikir , berdebat dan berargumen secara ilmiah sehingga  mad’u pada golongan ini tidak menganggap islam sebagai agama yang klimaksnya dengan kekerasan ( indoktrinasi dan dokmatis ).
 Bagi golongan Ahli ilmu bathil ( bid’ah), mereka merupakan mad’u yang menjadi tantangan tersendiri bagi pendakwah.
Jalan dakwah tidak selalu mulus , maka biasanya yang menjadi penghalangnya adalah mad’u yang fanatic terhadap folongan tertentu.
Pembagian mitra dakwah dari berbagai segi
 Mereka terdiri dari berbagai macam golongan dan kelompok manusia. Ini berimplikasi pada model, metode, materi dakwah dll., yang variatif tergantung pada kondisi obyektif maduw. Di antaranya;
Segi sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
Struktur kelembagaan negara; eksekutif, yudikatif, legislatif
Segi tingkatan ; anak-anak, remaja dan orang tua.
Segi kelamin kelamin , Laki-laki dan perempuan.
Segi agama ; Islam dan kafir atau non muslim
Segi kultur keberagamaan ; Islam dan kafir atau non muslim
Segi profesi da mata pencaharian , mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan, karyawan, buruh dll.
Struktur ekonomi; Golongan kaya, menegah, dan miskin
Segi khusus; khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
Masyarakat seniman; Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.
 Materi Dakwah; sistematika Akidah, ibadah, muamalah dan akhlaq (tazkyatun Nufus).
Wasa’il (Media dakwah) : akhlaq da’i, ini yang utama (perkataan yang hidup, actio speaks leader than a word); lisan (ceramah, peyuluhan, konsultasi dll), tulisan (buku, bulletin, majalah, koran dll) audio-visual (TV, internet, lcd dll.)
Thariqah (metode dakwah); hikmah, mawidzah hasaah, al-jadal bi al-ahsan.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[1]
Atsar (efek dakwah)
Kognitif, setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah (mad’uw) akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses berfikir, dan efek kogitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh mad’uw tentang isi pesan yang diterimanya.
Apektif, efek ini adalah merupakan pengaruh dakwah berupa perubahan sikap, emosi dan tata nilai mad’uw setelah menerima pesan. Sikap adalah sama degan proses belajar dengan tiga variabel sebagai penunjangya, yaitu; perhatian, pengertian dan penerimaan.
Behavioral, efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku mad’uw secara nyata dalam merealisasikan materi dakwah yang telah diterima dalam pola tindakan, kegiatan, tindakan dan prilaku sehari-hari.[2] 
Pendekatan Dakwah (approach)[3]
Pendekatan Sosial, sebuah cara adang bahwa mad’uw sebagai makhluk sosial. Model pedekatannya; pendidikan, budaya, politik, ekonomi.
Pendekatan psikologis terdiri dari dua aspek pandangan :
Mad’uw diadag sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding degan makhluk lainnya. Oleh karena itu ia harus dihadapi dengan pedekatan persuasif, hikmah dan kasih sayang.
 Kenyataan bahwa, disamping mad’uw memiliki kelebihan ia juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Ia gagal mengkomunikasikan tentang dirinya karena berbagai problema dan kesulitan hidup. Nah, pendekatan psikologis ini diperlukan oleh mad’uw yang membutuhkan pemecahan masalah rohani, baik dengan bimbingan, penyuluhan, curhat dll.
Sarana dan dana dakwah
        Agar dakwah kita mampu menciptakan / membangun kondisi yang kondusif, maka Muhammadiyah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan media dakwahnya. Misalnya dalam rangka penguatan SDI  perlu sarana untuk melakukan kaderisasi mubaligh seperti lembaga pendidikan kader dan pelatihan mubaligh (pesantren, fakultas agama, pusdiklat mubaligh, system kaderisasi mubaligh dsb.). Sarana transportasi untuk pengiriman mubaligh atau dai seperti mobil, motor, kapal jika mungkin pesawat. dsb. Sarana komunikasi dan penyiaran seperti majalah, bulletin, surat kabar, telepon, radio, tv, web site, internet. Sarana untuk pertemuan seperti masjid, gedung pertemuan dsb. .
        Dana, meskipun bukan yang terpenting, tetapi merupakan hal yang sangat penting. Keberhasilan dakwah Nabi dan para sahabat, para khulafaur rasyidin, para mubaligh yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia (termasuk ke Indonesia), para pendiri organisasi Islam),  dan dakwah Islam lainnya antara lain ditentukan oleh tersedianya dana. Jika dana cukup kemungkinan keberhasilan dakwah adalah lebih besar. Sebaliknya jika tidak tersedia  dana, biasanya dakwah menjadi tersendat. Dana diperlukan untuk menyiapkan kader dai / mubaligh, untuk pengiriman mubaligh ke berbagai daerah, untuk  biaya hidup / gaji mubaligh, untuk jaminan kesehatan mubaligh, untuk menyediakan sarana dan prasarana dan untuk membiayai operasional dakwah seperti penerbitan buku, majalah,  pendirian dan dana opersional radio, surat kabar dsb.[4]
M. Sukriyanto A.R., Strategi Dakwah Muhammadiyah (Makalah pada secretariat MTDK-PPM 2005-2010).
http://havynezz.blogspot.com/2010/12/karakter-madu-mengenal-karakteristik.html.
buku rapat tanfidz m[1], muhammadiyah  , semarang 27 shafar 1430 H./22 februari 2009.
KM3 materi dakwah, 2009.
. Ali Moh Aziz, Ilmu Dakwah…hlm. 141-142

Tidak ada komentar:

Posting Komentar