Karakter mad’u
Mad’u merupakan salah satu unsur dalam da’wah. Proses da’wah
tersusun dari beberapa unsur atau komponen, yaitu: subjek (da’i), materi (mddah),
metode (thariqoh), media (wasilah), objek (mad’ü) dan efek (atsar) dakwah.
Mad’u sebagai bagian dari rukun dakwah ,
Muhammad Abu al-Fath Al-Bayyanuni membaginya kepada:
- Pertama dari lingkaran kedekatan dan tanggung jawab
- Kedua, hak mad’u
- Ketiga, kewajiban mad’udan ashnaf (golongan-golongan) mad’u. Dari segi lingkaran kedekatan dan tanggung jawab bagi da’i, mad’u terbagi kepada dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat luas.
Untuk hak mad’u, al-Bayyanuni mengemukakan bahwa hal ini merupakan
ketetapan Allah bagi manusia. Allah tidak akan mengadzab mereka, selama belum
sampai dakwah kepada mereka. Dengan sendirinya, manusia seluruhnya mempunyai
hak untuk didakwahi, dan atau diutus rasul kepada mereka. Bahkan, ketika
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak menghiraukan seseorang yang
datang dengan niat dan tujuan yang benar, karena sedang fokus menda’wahi para
pembesar dan tokoh Quraisy, Allah menegurnya.
Sedangkan kewajiban mad’u adalah menerima dakwah. Bila tidak, maka
itu sama dengan mendustakan para pembawa panji dakwah, dan dengan sendirinya
mendustakan serta tidak menghargai pengutusnya, yaitu Allah Subnahu wa ta'ala. Perkataan yang harus ada atau
keluar, sebagai simbol komitmen hati, adalah sami’na wa atho’na bukan sami’na wa ‘ashoina. Mad’u harus
mustajib (menerima) terhadap seruan Allah dan Rasul-Nya ( QS. Al-Anfal – 8: 24).
Mengenai pembagian mad’u, secara global terbagi kepada dua: yang
menerima, dan yang menolak. Yang menerima disebut mu`min/ muslim/ muhtad/
mustajib, sedangkan yang menolak disebut kafir/ dholl dan mu’ridh. Kaum mu`min
dari segi mendapat hidayah terbagi kepada muslim muhtad (yang ‘aqidah, ibadah
dan mu’amalahnya sesuai perintah Allah) dan muslim dholl (yang ‘aqidah, ibadah
dan mu’amalahnya ada penyimpangan; tidak sesuai perintah Allah). Sedangkan dari
segi kekuatan imannya, kaum mu`min terbagi kepada sabiq bi al-khairat,
muqtashid dan zhalim linafsih. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam al-Qur`an:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih
di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka
ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar ( QS.
Fathir – 35: 32).
.
Dalam mengomentari ayat ini, Dewan Penterjemah memberikan catatan
kaki, bahwa: “Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah
orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan
ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang
dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah
orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat
kesalahan”[13]( Al-Qur`an dan terjemahnya, Wakaf dari Pelayan Dua Tanah suci
Raja Fahd bin Abdul Aziz Al Su’ud, t.t. hlm. 701, catatan kaki ke 1261)
Mengenai golongan kafir, al-Bayyanuni membaginya kepada:
1. Al-Jahidun
al-Mulhidun, adalah mereka yang mengingkari keberadaan dan eksistensi Allah
'Azza wa Jalla
2. Al-Musyrikun
al-Watsaniyyun, ialah mereka yang menyekutukan Allah dengan selain-Nya, apakah
dalam ‘aqidah maupun ‘ibadah.
3. Ahlu Al-Kitab,
mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Rasulullah shallalhu
'alaihi wasallam dari pemeluk agama-agama sebelumnya yaitu Yahudi dan Nasrani.
4. Al-Munafiqun, yaitu
orang-orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman
1. Lingkaran mad’u
secara garis besar Lingkaran mad’u dibagi kepada tiga bagian: diri
sendiri para nabi, keluarga dan masyarakat luas. Untuk lingkaran pertama yaitu
diri para nabi, maka jelas kita mengatakan bahwa mereka semua soléh, manusia
pilihan dan dijamin kebenaran dan kejujurannya[14 (QS. An-Nisa – 4: 69, 70)
]. Ketika ada yang berani membeda-bedakannya, maka ia bukan orang
beriman[15] (QS. Al-Baqarah – 2: 136, 285; Ali Imran – 3: 84)
dan otomatis menjadi musuh
Allah[16].( QS. Al-Baqarah – 2: 98).
Dalam lingkaran kedua, kita akan menemukan keberagaman mad’u para
nabi; dan secara garis besar terbagi kepada dua: ada yang beriman dan mendukung
dakwah para rasul, dan ada yang tidak menerima dan otomatis menjadi penghalang.
Di bawah ini kita akan melihat bahwa lingkungan orang terdekat para rasul,
seperti ayah, saudara, istri dan anak ada yang tidak beriman dan menjadi batu
sandungan dalam dakwah para rasul. Diantaranya adalah dari kalangan:
a. Ayah Al-Qur`an
mencatat bahwa rasul yang mempunyai mad’u dan tidak mau beriman dari kalangan
ayahnya adalah Nabi Ibrahim ‘alaihi al-salam.
b. Saudara.Mad’u dari
saudara yang cukup menjadi ujian bagi seorang Nabi adalah apa yang dialami oleh
Nabi Yusuf ‘alaihi al-salam.
c. Istri. Dari
kalangan istri para rasul, kita menemukan dua orang yang dicatatkan dalam
al-Qur`an tentang pembangkangan mereka.
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang
saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada
suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka
sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah
ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)"[17] (QS.
At-Tahrim – 66: 10).
d. Anak
Dalam terjemah al-Qur`an disebutkan bahwa nama anak Nabi Nuh
‘alaihi al-salنm yang kafir itu adalah Qanaan.
Di samping itu, Nabi Nuh ‘alaihi al-salنm
mempunyai putra lainnya dan mereka beriman yaitu: Sam, Ham dan Jafits[18].
(Al-Qur`an dan terjemahnya, Ibid, hlm. 333).
2. Golongan Mad’u
Bila kita menengok kembali
surat Fathir ayat 32 yang berbunyi:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih
di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka
ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah demikian itu sangat besar
Maka kita dapat memastikan bahwa di setiap seruan para rasul akan
melahirkan tiga golongan manusia:
Zhalim li nafsih, Muqtashid, dan Sabiq bi
Al-Khair.
Memang ketiga karakteristik mad’u ini tidak selalu lengkap diungkapkan
al-Qur`an dalam satu ayat, namun bila kita mencoba merangkainya, maka kita akan
menemukan bahwa dakwah para rasul melahirkan tiga golongan ini.
Untuk golongan zhalim li nafsih, dan ini yang sering kita temui,
rata-rata dipenuhi oleh para tokoh dan pembesar di jamannya.
Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk
Rass dan Tsamud, Dan kaum Aad, kaum
Fir'aun dan kaum Luth, Dan penduduk Aikah serta kaum Tubba' semuanya telah
mendustakan Rasul-Rasul Maka sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang
sudah diancamkan[19].
Telah mendustakan (rasul-rasul pula) sebelum mereka itu kaum Nuh,
'Aad, Fir'aun yang mempunyai tentara yang banyak, Dan Tsamud, kaum Luth dan
penduduk Aikah. mereka Itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang
rasul-rasul). Semua mereka itu tidak lain hanyalah mendustakan rasul-rasul,
Maka pastilah (bagi mereka) azab-Ku. Tidaklah yang mereka tunggu melainkan
hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. Dan mereka berkata:
"Ya Tuhan Kami cepatkanlah untuk Kami azab yang diperuntukkan bagi Kami
sebelum hari berhisab"[20] (QS. Shod – 38: 12 – 16).
Sedangkan golongan sabiq bi al-khair adalah mereka yang beriman
kepada apa yang didakwahkan para rasul, dan mereka rata-rata adalah golongan
lemah atau rakyat kecil/ rakyat biasa.
Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia
berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi
kamu, Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan
ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan". Maka berkatalah
pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti Kami, dan Kami tidak
melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina
di antara Kami yang lekas percaya saja, dan Kami tidak melihat kamu memiliki
sesuatu kelebihan apapun atas Kami, bahkan Kami yakin bahwa kamu adalah
orang-orang yang dusta"( QS. Hud – 11: 25 – 27).
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata
kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka:
"Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?".
mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh
diutus untuk menyampaikannya". Orang-orang yang menyombongkan diri
berkata: "Sesungguhnya Kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa
yang kamu imani itu". Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka
Berlaku angkuh terhadap perintah tuhan. dan mereka berkata: "Hai shaleh,
datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada Kami, jika (betul) kamu Termasuk
orang-orang yang diutus (Allah)". Karena itu mereka ditimpa gempa, Maka
jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka[22]
(QS. Hud – 11: 25 – 27)
Di samping itu, dalam al-Qur`an diberitakan ada beberapa orang yang
menyembunyikan keimanannya, kemudian memberikan pembelaan terhadap para nabi
dan rasul ketika berhadapan dengan orang-orang kafir.
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan
bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu".
Ikutilah orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (tuhan) yang telah menciptakanku
dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?[23] (QS. YaaSin –
36: 20 – 22).
Untuk golongan muqtashid, kita akan menemukan kesulitan dalam
mencari bukti ummat atau orang yang mempunyai karakter demikian. Akan tetapi,
ini tidak berarti menapikan keberadaannya. Dan bila kita meminjam kacamata
al-Qur`an yang lain tentang pengelompokkan manusia dalam mendapat hidayah,
misalnya di awal surat al-Baqarah ayat 1 sampai 20, maka muqtashid ini
mendekati kelompok munafiq.
Pengelompokkan mad’u al-Bayyanuni di atas menggambarkan posisi
mad’u dalam menerima dakwah para rasul. Adapun, dari segi reaksi dan
tahapannya, maka al-Qur`an memberikan gambaran:
Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu
sesudah mereka telah mendustakan (Rasul) dan tiap-tiap umat telah merencanakan
makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya dan mereka membantah dengan
(alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena
itu aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku? Dan Demikianlah telah
pasti Berlaku ketetapan azab Tuhanmu terhadap orang-orang kafir, karena
Sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka[24].( QS. Ghofir – 40: 5, 6).
Hakekat dan sifat dasar mad’u
Dakwah berupa ajakan yg tujuannya dapat tercapai tanpa paksaaan ,
maka hal itu ( tanpa paksaan )bisa tercapai kalau mad’unya seorang yang menginginkan kebenaran dan selalu
mencarinya , dalilnya adlah firman Allah ( لا إكراه في الدين قد تبيّن الرشد من الغي)
Artinya : Tidak paksaan untuk memasuki agama islam , sesungguhnya telah jelas jalan yang benar jalan yang sesat.
Bagi golongan yang kritis atau berpendidikan tinggi maka dakwah
Islam harus berorientasi pada seruan untuk berfikir ,
berdebat dan berargumen secara ilmiah sehingga
mad’u pada golongan ini tidak menganggap islam sebagai agama yang
klimaksnya dengan kekerasan ( indoktrinasi dan dokmatis ).
Bagi golongan Ahli ilmu
bathil ( bid’ah), mereka merupakan mad’u yang menjadi tantangan tersendiri bagi
pendakwah.
Jalan dakwah tidak selalu mulus , maka biasanya yang menjadi
penghalangnya adalah mad’u yang fanatic terhadap folongan tertentu.
Pembagian mitra dakwah dari berbagai segi
Mereka terdiri dari berbagai
macam golongan dan kelompok manusia. Ini berimplikasi pada model, metode,
materi dakwah dll., yang variatif tergantung pada kondisi obyektif maduw. Di
antaranya;
Segi sosiologis ; Masyarakat terasing,
pedesaan, kota kecil dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
Struktur kelembagaan negara; eksekutif,
yudikatif, legislatif
Segi tingkatan ; anak-anak, remaja dan orang
tua.
Segi kelamin kelamin , Laki-laki dan
perempuan.
Segi agama ; Islam dan kafir atau non muslim
Segi kultur keberagamaan ; Islam dan kafir
atau non muslim
Segi profesi da mata pencaharian , mata
pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan, karyawan, buruh dll.
Struktur ekonomi; Golongan kaya, menegah, dan
miskin
Segi khusus; khusus ; Golongan masyarakat tuna
susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
Masyarakat seniman; Komunitas masyarakat seniman,
baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.
Materi
Dakwah; sistematika Akidah, ibadah, muamalah dan akhlaq (tazkyatun Nufus).
Wasa’il (Media dakwah) : akhlaq da’i, ini yang utama (perkataan yang hidup, actio
speaks leader than a word); lisan (ceramah, peyuluhan, konsultasi dll),
tulisan (buku, bulletin, majalah, koran dll) audio-visual (TV, internet, lcd
dll.)
Thariqah (metode dakwah); hikmah, mawidzah
hasaah, al-jadal bi al-ahsan.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[1]
Atsar (efek dakwah)
Kognitif, setelah menerima pesan dakwah, mitra
dakwah (mad’uw) akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses berfikir, dan
efek kogitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami, dan dimengerti oleh mad’uw tentang isi pesan yang diterimanya.
Apektif, efek ini adalah merupakan pengaruh
dakwah berupa perubahan sikap, emosi dan tata nilai mad’uw setelah
menerima pesan. Sikap adalah sama degan proses belajar dengan tiga variabel
sebagai penunjangya, yaitu; perhatian, pengertian dan penerimaan.
Behavioral, efek ini merupakan suatu bentuk
efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku mad’uw secara nyata
dalam merealisasikan materi dakwah yang telah diterima dalam pola tindakan,
kegiatan, tindakan dan prilaku sehari-hari.[2]
Pendekatan Dakwah (approach)[3]
Pendekatan Sosial, sebuah cara adang bahwa mad’uw
sebagai makhluk sosial. Model pedekatannya; pendidikan, budaya, politik,
ekonomi.
Pendekatan psikologis terdiri dari dua aspek
pandangan :
Mad’uw diadag sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding degan makhluk
lainnya. Oleh karena itu ia harus dihadapi dengan pedekatan persuasif, hikmah
dan kasih sayang.
Kenyataan bahwa, disamping mad’uw memiliki
kelebihan ia juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Ia gagal
mengkomunikasikan tentang dirinya karena berbagai problema dan kesulitan hidup.
Nah, pendekatan psikologis ini diperlukan oleh mad’uw yang membutuhkan
pemecahan masalah rohani, baik dengan bimbingan, penyuluhan, curhat dll.
Sarana dan dana dakwah
Agar dakwah kita mampu menciptakan / membangun kondisi yang kondusif,
maka Muhammadiyah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan media
dakwahnya. Misalnya dalam rangka penguatan SDI
perlu sarana untuk melakukan kaderisasi mubaligh seperti lembaga
pendidikan kader dan pelatihan mubaligh (pesantren, fakultas agama, pusdiklat
mubaligh, system kaderisasi mubaligh dsb.). Sarana transportasi untuk
pengiriman mubaligh atau dai seperti mobil, motor, kapal jika mungkin pesawat.
dsb. Sarana komunikasi dan penyiaran seperti majalah, bulletin, surat kabar,
telepon, radio, tv, web site, internet. Sarana untuk pertemuan seperti masjid,
gedung pertemuan dsb. .
Dana, meskipun bukan yang terpenting, tetapi merupakan hal yang sangat
penting. Keberhasilan dakwah Nabi dan para sahabat, para khulafaur rasyidin,
para mubaligh yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia (termasuk ke
Indonesia), para pendiri organisasi Islam),
dan dakwah Islam lainnya antara lain ditentukan oleh tersedianya dana.
Jika dana cukup kemungkinan keberhasilan dakwah adalah lebih besar. Sebaliknya
jika tidak tersedia dana, biasanya
dakwah menjadi tersendat. Dana diperlukan untuk menyiapkan kader dai /
mubaligh, untuk pengiriman mubaligh ke berbagai daerah, untuk biaya hidup / gaji mubaligh, untuk jaminan
kesehatan mubaligh, untuk menyediakan sarana dan prasarana dan untuk membiayai
operasional dakwah seperti penerbitan buku, majalah, pendirian dan dana opersional radio, surat
kabar dsb.[4]
M. Sukriyanto A.R., Strategi Dakwah
Muhammadiyah (Makalah pada secretariat MTDK-PPM 2005-2010).
http://havynezz.blogspot.com/2010/12/karakter-madu-mengenal-karakteristik.html.
buku rapat tanfidz m[1], muhammadiyah , semarang 27
shafar 1430 H./22 februari 2009.
KM3 materi dakwah, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar