Pihak Orientalis pada pokoknya mendasarkan pembahasan tentang Islam
dengan pertimbangan yang agak aneh. Dalihnya adalah menggunakan menggunakan
kriteria pembahasan analitis dan ilmiah.Seseorang seharusnya jujur dan obyektif dalam melakukan penelitian, dan menjauhkan
diri dari sikap berfikir fanatisme dan emosional untuk bisa mendapatkan
sunber-sumber informasi yang terpercaya. Sebab sikap berfikir fanatic dan
emosional tak memperhatikan sah atau tidaknya data-data yang diperoleh
Yang menonjol dari orientalis adalah mencari data-data tak peduli
benar atau salah, asalkan bisa dipakai untuk mendukung pendapatnya, pendapat
itu tentu saja yang menguntungkan misi mereka. Karenannya orientalis menarik
kesimpulan yang terbalik dan sering ditemui pembahasan-pembahasan yang
kontradiktif , tak serasi.
Disini kami akan memaparkan bagaimana kajian Orientalis
terhadap sejarah islam
Pembahasan
Kajian orientalis terhadap sejarah islam dilakukan oleh Philip K.
Hitti (Guru besar sastra Semit di Universitas Princeton). Ia melancarkan
tuduhan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang penipu yang lihai. Uraian yang
dikemukakan tentang kehidupan beliau memberikan kesan pembacanya bahwa dia
benar-benar penipu yang telah merencanakan tulisan itu secara cermat. Kemudian
dia berpendapat bahwa Islam tidak lebih sekedar warisan orang yahudi-kristen
yang diarabsasikan. Karena dengan maksud buruk untuk mendiskreditkan[1]
kehidupan dan kegiatan Nabi Muhammad Saw,
dalam buku itu sama sekali tidak disebutkan mengenai ilmu hadist yang
dikembangkan secara teliti dan cermat oleh Bukhari dan Muslim, dimana keduanya
meneliti secara menyeluruh keabsahan setiap hadits dengan cara yang lebih
cermat dibandingkan dengan penelitian terhadap dokumen-dokumen historik pada
umumnya. Ketika membicarakan syariat yang berkaitan dengan poligami, pencurian,
riba dan perjudian. Philip K. Hitti secara berani menyimpulkan bahwa umat islam
modern praktis telah menentukan ketetapan hukum dalam Al-Qur’an.[2]
Orientalis juga mengingkari status Adam sebagai nenek moyang
manusia. Mereka menganggap bahwa manusia adalah bentuk lanjut dari binatang
sebagai hasil evolusi alam. Penyimpangan-penyimpangan seperti ini dikarenakan
para penulis sejarah tersebut bersandar pada pemikiran saja atau mengambil
referensi-referensi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya.
Sebagai contoh, beberapa buku sejarah mengambil kitab taurat sebagai
referensi, padahal kitab tersebut sangat diragukan keasliannya. Akibatnya,
banyak pernyataan-pernyataan yang sangat janggal dan sesat, yang mendorong
orang untuk menganggap sejarah nabi sebagai legenda dan mitos belaka. [3]
Banyak orientalis yang telah berusaha memutar balik
esensi sejarah Islam yang telah tercatat dalam sejarah kemanusiaan pada
fase-fase sejarah yang berbeda. Philip
K. Hitti dengan jelas menolak adanya validiyas moral
dan spiritual Islam sebagai daya tarik utama bagi masuknya pemeluk baru agama
ini. Jika penjelasan mengenai perluasan Islam yang berjalan cepat itu
benar-benar bersifat ekonomi, lalu bagaimana harus dijelaskan, faktor apa yang
telah menginspirasi mereka untuk mendermakan harta bendanya di jalan Islam,
tidak takut mati atau kelaparan?, Faktor apa yang membuat mereka tidak merasa
keberatan membawa anak istri mereka ke medan tempur yang jauh dari tempat
tinggal mereka?, Tidak diragukan, semua itu karena motivasi iman mereka.
Seandainya motivasi para sahabat semata bersifat duniawi seperti anggapan Philip K. Hitti dan
kawan-kawan orientalisnya, bagaimanakah menjelaskan fakta bahwa nabi Muhammad
dan Khulafaur Rasyidin tidak mempunyai ketamakan terhadap dunia? Seandainya
mereka bertempur untuk mencari kepentingan pribadi, mereka tidak akan mempunyai
disiplin, semangat juang tinggi yang menggetarkan musuh yang jauh lebih besar
jumlahnya serta jauh lebih lengkap persenjataannya.[4]
Masih banyak contoh bagaimana pandangan orientalis
terhadap sejarah Islam. Misalnya Montgomery
Watt, orientalis Inggris, memberi interpretasi tentang Jihad dari
kacamata materialisme belaka, dengan mengaitkan untung ruginya. Disini dapat
dilihat bahwa ternyata dia tidak bisa melihat kenyataan bahwa perlawanan paling
gigih dalam menghadapi kolonialisme barat di timur, Islam merupakan motivator
terpenting yang hingga saat ini masih menggema di berbagai tempat. Seandainya
ucapannya benar, pasti Islam telah sirna dari muka bumi sejak lama dan tidak
perlu dipelajari lagi oleh kaum orientalis.[5]
Para penulis sejarah dikalangan orientalis dan pengikutnya
senantiasa menyibukkan diri dengan usaha-usaha untuk menyimpangkan sejarah
islam. Penulisan sejarah islam yang dilakukan para orientalis dan pendukungnya
tersebut hanya untuk menghancurkan Agama Islam dan mencemari kemurnian Aqidah
Islam. Mereka berusaha menggoyahkan keyakinan manusia, terutama umat islam
tentang Eksistensi Rabb alam semesta, malaikat-nya, kitab-kitabnya dan
rasul-rasul-nya. Mereka menggambarkan sejarah Islam dengan memalsukan dan
memutarbalikan fakta sejarah, sehingga umat Islam tidak lagi mengenai jati diri
dan tujuan hidupnya. Bersamaan dengan hal itu pula, mereka berusaha menanamkan
cara-cara berpikir tertentu untuk mewujudkan tujuan sesat pula.
Bernard Lewis seorang sarjana barat terkemuka sekarang ini pernah
menyatakan bahwa sejarah arab yang di tulis Eropa umumnya dilakukan oleh
ahli-ahli sejarah yang tidak mengetahui bahasa Arab, sedangkan penulis-penulis
yang menguasai bahasa Arab tidak ahli dalam bidang sejarah, sehingga cemoohan
yang mereka kemukakan memang tepat tidak seluruhnya benar.[6]
Penulisan sejarah Umat islam telah digunakan oleh para ilmuan yang
menyimpan sikap antipasti terhadap Islam untuk melakukan usaha-usaha peruntuhan
Agama Islam. Berbagai tipu daya, pembelokan jalannya sejarah, penyembunyian dan
pemutarbalikan fakta, dikemas dalam kalimat-kalimat bermata dua dalam penulisan
sejarah umat islam. Mereka menyingkirkan para Rasul dan para Nabi sebagai
pelaku penting sejarah bangsa-bangsa.
Dan ketika para penulis orientalis itu menulis sirah nabi Muhammad
Saw sejumlah kata berbisa menyelinap di antara rangkaian kalimat-kalimat yang
indah dan penuh sanjungan. Mareka mengatakan Nabi Muhammad adalah seorang
muslikhin (penganjur kebaikan) yang memperoleh banyak keuntungan dari
perjuangan-perjuangan orang-orang yang mendahuluinya. Orientalis mengatakan
Nabi Muhammad telah menciptakan dari agama yahudi, Nasrani dan jahili, sebuah
agama baru yaitu Islam.
Konsep-konsep sejarah semacam inilah yang sekarang diajarkan di
negeri-negeri Islam. Konsep sejarah yang hendak melepaskan sejarah suatu bangsa
dari kaitan dakwah Islam ditengah-tengah umat bangsa itu. Melepaskan kaitan
yang kokoh kuat diantara para Nabi dan Rasul yang diutus ditengah-tengah umat
manusia yang berada di negeri itu. Mereka hendak memotong sejarah Islam yang
terbentang ribuan tahun sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw, dan mengajak
seluruh manusia untuk bersama-sama menguburkan peninggalan sejarah Pra Muhammad
itu kedalam sejarah yang mereka namakan sejarah Watsani Jahili, Sejarah Kuno,
Zaman Batu, dll. Sejarah semacam inilah yang mereka namakan sejarah Arab
sebelum Islam. Seakan-akan sebelum kedatangan Nabi Muhammad, tidak ada Rabb,
tidak ada agama Islam.[7]
Bentuk-bentuk
kajian cendikiawan Barat (para Orientalis) tentang Islam, ditinjau dari
tujuan-tujuannya :
Meragukan kehadiran dan kebenaran Nabi Muhammad Saw sebagai utusan
Allah dan sumber-sumbernya wahyu ilahi. Mereka secara Apriori[8]
tidak mengakui Nabi Muhammad Saw sebagai pesuruh Tuhan yang menerima wahyu
melalui malaikat Jibril, seperti halnya para nabi sebelum beliau. Mareka
menafsirkan wahyu yang diturunkan kepada Nabi secara simpang-siur. Terkadang,
lantaran waktu menerima wahyu sering gemetar dan sebagainya, mereka menafsirkan
itu sebagai penyakit ayan. Diantara kaum orientalis ada yang mengatakan bahwa
wahyu tersebut merupakan halusinasi Nabi Muhammad semata. Sungguh diluar
sopan-santun tutur-kata seorang orientalis, mereka menuduh Nabi Muhammad
berpenyakit jiwa. Terkesan seolah-olah wahyu ilahi tidak pernah turun kepada
nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad .[9]
Sebenarnya kebanyakan dari kaum orientalis adalah orang yahudi dan
Nasrani, yang mengakui akan nabi-nabi yang telah disebutkan didalam kitab
Taurat dan mereka kurang memperhatiakn tentang Nabi Muhammad. Maka keingkaran
mereka itu disebabkan oleh ke fanatikan agama yang memenuhi jiwa mereka.
Kemudian mereka juga menyangkal Al-Qur’an sebagai kodifikasi wahyu
ilahi, yang telah turunkan kepada Nabi Muhammad. Dan mereka menuduh bahwa
Al-Qur’an tersebut diambil dari orang-orang yang menerangkan kepada Muhammad
Saw.[10]
Padahal jika mereka mau melihat adanya fakta-fakta sejarah dan cerita
dulu kala yang secara komplit termuat didalam Al-Qur’an, mustahillah kitab
seperti itu ditulis oleh seorang buta aksara alias Ummi[11]
seperti Nabi Muhammad. Namun, kaum orientalis tetap beranggapan bahwa Al-qur’an
hanyalah kumpulan cerita-cerita Nabi Muhammad. Tetapi dari segi lain, umat
islam dengan kepada dingin bisa belajar banyak dari kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh orientalis dibidang keagamaan, yang secara gegabah sering
meletakkan keterangan-keterangan yang spekulatif dan seenaknya
saja.Pengingkaran mereka selanjutnya yaitu mereka juga menyangkal Islam sebagai
agama Tuhan. Bahkan Islam hanya diakui sebagai ramuan kedua agama:Yahudi dan
Nasrani.[12]
Dan menurut dua orang orientalis Goldziher dan Schacht mengatakan bahwa agama
Islam diambil dari agama yahudi dan dipengaruhi oleh agama Yahudi. Sedangkan
kaum orientalis Kristen mengikuti dakwaan orientalis yahudi tersebut, karena
tak ada dalam Kristen sya’riat untuk dapat mereka mendakwakan bahwa agama Islam
mengambil dari sya’riat Kristen.Hanya orientalis Kristen mendakwakan bahwa
pokok-pokok akhlak Kristen mempengaruhi akhlak Islam dan masuk dalam akhlak
Islam.[13]
Metode dan pendekatan
Metode yang mereka lakukan terkadang tidak konsisten bahkan jauh
sikap objektif, hal ini terjadi akibat sikap emosional dan kefanatikan mereka
terhadap agama yang mereka anut, sehingga ditemukan pembahasan yang
kontradiktif, tidak serasi, contohnya kesimpulan Goldzier tentang hukum-hukum
syariat islam yang mengatakan bahwa hukum islam tak dikenal dan tak diketahui
oleh umat islam pada awal pemerintahan Islam. Bahkan hukum syariat dan sejarah
islam, menurut Goldzier, juga tidak dikenal oleh para imam besar sekalipun.
Meskipun dalam pendapatnya tersebut ia mengutip pendapat yang mata lemah dan
tak berasal dari orang yang ahli dan dipegangi orang banyak.
Kaum orientalis bekerja untuk meneliti umat Islam dengan menempuh
berbagai macam jalan. Mereka mengarahkan tenaga, keahlian, waktu dan harta.
Kemudian segala hasil yang diperoleh dikembangkan dengan berbagai bentuk dan
cara. Diantaranya sebagai berikut:
1.
Mengadakan
perguruan bahasa Timur
2.
Mengumpulkan
buku-buku tulisan tangan
3.
Mengumpulkan
barang-barang lama
4.
Penelitian
buku-buku tulisan tangan
5.
Penyalinan ke
dalam bermacam-macam bahasa
6.
Mempelajari dan
menerangkannya.[14]
Didalam
buku isu Zionisme Internasional juga disebutkan berbagai metode yang digunakan
oleh orientalis :
1.
Menerbitkan
buku-buku islam dan tentang biografi Nabi Muhammad sebanyak mungkin
2.
Menerbitkan
majalah-majalah yang khusus menyajikan soal-soal dunia islam dan peradapannya.
3.
Mengirim misi
keseluruh penjuru Negara Islam dengan dalih usaha kemanusian, seperti membangun
rumah sakit, panti asuhan, sekolah, usaha bantuan sosial.
4.
Menyelenggarakan
ceramah diberbagai perguruan tinggi dan lembaga ilmiah. Bahkan adapula
perguruan tinggi di Arab dan Negara-nagara Islam lainnya yang secara sengaja
mengundang mereka untuk enyampaikan presentasi ilmiah dan kuliah umum tentang
islam.
5.
Sebanyak
mungkin menulis kolom (artikel) untuk Pers (surat kabat dan majalah) di Negara
mereka sendiri.[15]
Kesimpulan
Dari makalah
ini, penulis menarik kesimpulan bahwa Orientalis mengomentari tentang sejarah
Islam dengan pikiran dia sendiri tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Agama islam
menurut pandangan Orientalis cuma Arabisasian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
Saw dari agama Yahudi dan Nasrani. Orientalis juga menganggap bahwa Agama Islam
hanya untuk kepentingan ekonomi saja. Tentu saja hati umat Muslim marah
mendengar perkataan dari kaum orientalis mengenai sejarah Islam yang tidak
sesuai dengan yang sebenarnya.
Inilah sebuah
tantangan bagi kita untuk mematahkan kajian para orientalis tersebut dengan
cara kita harus lebih memperdalam ilmu keislaman untuk mengantisipasi serangan
orientalis terhadap umat Islam.
Daftar Pustaka
Baharun Mohammad, Isu
Zionisme Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Hadi, M. Mas’oud, dkk, Sejarah Islam dicemari Zionis dan Orientalis,
Jakarta: Gema Insani Press, 1993.
Jamilah, Mariam, Islam dan orientalsime, Islam dan Orientalisme, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994.
Umar, Muin, Historiografi, Jakarta: Cv. Rajawali, 1988.
Yakub, Ismail, Orientalisme dan Orientalisten, Surabaya: CV
:Faizan, 1971.
Http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/03/orientalisme-dalam-berbagai
bidang.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar